GARUT/KABAR GARUT
Pada abad ke-17 Masehi, Embah Dalem Arif Muhamad adalah Senopati Kesultanan Mataram yang diberi tugas Sultan Agung untuk menyerang dan mengusir VOC/kompeni di Batavia dibawah komando JP. Coen. Namun, saat itu pasukan Mataram Islam gagal melaksanakan misinya.
Karena telah gagal melaksanakan tugas, dia tak pulang ke daerahnya Yogyakarta, melainkan melarikan diri ke Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut-Jawa Barat, untuk menyebarkan ajaran Agama Islam. Saat itu, di daerah Cangkuang disinyalir warganya menganut ajaran agama Hindu.
Bukti nyata yang menguatkan mereka beragama Hindu yakni, terdapatnya Bangunan Candi Hindu yang diberi nama Candi Cangkuang. Usaha Embah Arif membuahkan hasil, hingga kini warga setempat mayoritas beragama Islam.
Dikabarkan, Embah Arif menikah dan dikaruniai 6 anak perempuan dan satu orang laki-laki. Sang penyebar agama Islam itu meninggal dan dimakamkan di samping bangunan Candi Cangkuang.
Hingga kini, makam Embah Dalem Arif Muhamad banyak dikunjungi warga dari berbagai pelosok untuk berziarah. Setiap hari Rabu, makam tersebut tak diperkenankan dipakai berziarah, tapi hanya untuk kegiatan mengaji, ceramah dan mempelajari ilmu agama Islam.
Disana terdapat pula sebuah Musium Situs Cangkuang. Didalamnya terdapat banyak kitab peninggalan Embah Arif. Kitab tersebut ditulis tangan pada kertas yang terbuat dari kulit kayu pohon Saeh. Diantaranya, Kitab Tauhid, Jurumiah, Ilmu Sufi, Fikih, Ilmu Bahasa, Kitab Do’a dan Kitab Khutbah Jum’at.
Adat Kampung Pulo
Sementara itu, di wilayah itu terdapat pula sebuah adat Kampung Pulo. Dimana masyarakatnya keturunan embah Dalem Arif Muhamad. Disana hanya ada enam bangunan rumah tradisional. Penataannya, tiga rumah berjajar saling berhadapan dengan tiga rumah lainnya. Dibagian tengah terdapat halaman, mushola. Konon, ke-enam rumah itu melambangkan enam puterinya. Lalu, permpuan dan Mushola menandakan satu orang laki-laki.
Keberadaan rumah panggung yang beratapkan Ijuk tersebut sampai sekarang harus tetap. Artinya, tak boleh ditambah apalagi dikurangi. Jika ada yang menikah, keluarga baru tersebut mesti keluar dari Kampung Pulo. Masyarakatnya pun dilarang memelihara hewan ternak berkaki empat terkecuali kucing (binatang kesayanagan nabi besar Muhammad SAW).
Selain itu, tidak boleh menabuh gong besar, tidak boleh membangun tempat tinggal beratap jure. Pasalnya, anak laki-lakinya saat hendak dikhitan meninggal dunia akibat terjatuh dari tandu berbentuk prisma (jure). BAMBANG FOURISTIAN (diambil dari berbagai sumber berita)